APA PERAN KITA DI DUNIA INI?
Kita semua
memahami bahwa kita semua punya peran dalam kehidupan. Kita berperan
menjadi anak, menjadi ibu, menjadi ayah, menjadi istri, menjadi suami
yang merupakan peran yang memang Allah takdirkan untuk kita. Belum lagi
peran-peran lain yang memang menjadi pilihan kita, misalnya menjadi
guru, menjadi wirausahawan, menjadi pegawai, dll.
Setiap peran
yang akan kita jalani akan kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah.
Pertanyaannya adalah sudahkah kita menjadi orang yang benar-benar
bermutu dalam menjalani peran kita?
Dalam sebuah pelatihan tentang
sikap yang harus di miliki oleh orang tua, di bahas mengenai definisi
mutu. Mutu adalah hasil maksimal dari sebuah proses, artinya di butuhkan
usaha maksimal untuk menjadi orang yang bermutu. Ada perserta lain yang
menyampaikan tentang arti mutu, mutu adalah hasil yang maksimal dan
terukur dari sebuah proses, artinya untuk menjadi bermutu, kita perlu
nilai standar.
PERJALANAN MENJADI ORANG TUA SUKSES
Dalam
konteks menjadi orang tua atau guru, jika melihat definisi diatas
berarti setiap orang tua dan guru harus senantiasa memaksimalkan setiap
detik dalam proses mendidik anak jika kita ingin memiliki anak yang
bermutu juga. Orang tua dan guru harus memahami mengenai bagaimana cara
membangun seorang anak. Karena menjadi orang tua tidak ada sekolahnya,
maka orang tua harus terus mencari informasi agar tepat dalam membangun
seorang anak
Proses pendidikan anak dimulai sejak pemilihan
pasangan hidup. Di butuhkan penyamaan visi dalam pernikahan, karena
sejatinya setelah menikah kita di tuntut menjadi orang tua. Di perlukan
komitmen bersama sejak awal pernikahan.
Setelah menikah calon
orang tua yang bermutu amat memperhatikan apa yang di konsumsinya.
Kualitas ovum dan sperma sangat di tentukan oleh makanan yang
dikonsumsi. Kualitas ovum dan sperma ini sangat menentukan bagaimana
kualitas anak yang akan di kandung oleh seorang ibu. Dalam Islam saat
istri dan suami akan berhubungan pun di perintahkan untuk membaca do’a
agar anak yang di kandung menjadi anak yang sholeh.
Saat dalam
kandungan, sebelum menjadi janin di perlukan proses dari mulai pertemuan
antara sel sperma dan sel ovum sampai terbentuk menjadi janin.
Perkembangan janin ini di mulai dengan pembentukan sel otak. Di butuhkan
nutrisi yang lengkap dan cukup dalam proses ini, sedangkan seorang ibu
harus melewati masa awal kehamilan yang cukup berat. Saat inilah di
perlukan dukungan dari para suami untuk memotivasi ibu dan menguatkan
sang calon ibu.
Sembilan bulan dalam proses kehamilan di butuhkan
pengetahuan yang luas, karena membangun anak juga bisa di mulai sejak
anak dalam kandungan. Indra yang paling awal terbentuk adalah indra
telinga. Anak harus kita ajak komunikasi terus dalam kandungan.
Kata-kata yang diucapkan oleh orang tua akan terekam di alam bawah sadar
anak. Di dalam buku “Mengapa Syurga di Bawah Telapak Kaki Ibu” di
ceritakan tentang seorang ibu (dengan level pendidikan S3), beliau
adalah konsultan pendidikan lembaga internasional. “Sewaktu saya
berkunjung ke perkampungan atau semacam pesantren di London, waktu itu
saya sedang hamil enam bulan. Salah seorang Kyai di sama menyapa saya
dengan sebuah pertanyaan “Maukah saya beri tahu agar akidah anak dalam
kandungan ibu terpelihara?” saya menjawab “tentu mau.” Dia mengatakan
berusahalah khatan Al Qur’an sebelum anak ini lahir. Insya Allah
akidahnya nanti akan terpelihara. Khatam? Selama ini saya belum
terbayang oleh saya. Yang saya tahu selama hamil hanya membaca surah
Maryam dan Surah Yusuf saja. Tetapi saya berusaha. Pada kehamilan yang
kedua saya mampu membaca khatam sampai dua kali. Dan tiga kali sampai
kehamilan yang ketiga. Subhanallah, tingkat kecerdasan anak saya sesuai
berapa banyak yang saya membaca Al Qur’an selama hamil. Alhamdulillah
anak ketiga pada usia 12 tahun sudah hafal Al Qur’an dan itu muncul dari
dirinya sendiri.
Bayi manusia lahir dengan milyaran sel otak yang
butuh di sambungkan satu dengan lainnya. Tugas orang tualah adalah
menyambungkan milyaran sel otak tersebut. Dimulai dengan
menginformasikan semua yang ada dan terjadi di sekitar anak dan
lingkungannya. Kita tidak hanya cukup dengan memberikan mainan, tetapi
juga kita harus menginformasikannya. Misalnya saat anak menyentuh apapun
yang ada di sekitar, kita harus memverbalkannya. Saat anak menyentuh
mainannya yang berwarna merah berbentuk lingkaran, kita bisa
informasikan “sekarang kita adek sedang pegang lingkaran berwarna merah”
saat anak menarik kita informasikan lagi “adek sekarang menarik
mainannya” sehingga anak memahami informasi sejak dini.
Setiap
sambungan sel otak terbangun berarti sebuah konsep baru terbangun dan
sebuah kemampuan baru dimiliki oleh seorang anak. Setiap bangunan
memmerlukan bahan baku dan proses. Bahan-bahan di sini adalah bersumber
dari maknan sedangkan proses adalah semua interaksi orang tua,
orang-orang di sekitarnya anak ataupun lingkungan yang kontak dengan
bayi.
Bila interaksi positif, maka otak anak akan terbangun hal
yang positif juga, tetapi sebaliknya jika interaksi yang terjadi negatif
akan terbangun hal yang negatif juga. Apa yang di bangun di awal akan
di simpan di limbic anak di awal kehidupannya yang akan mempengaruhi
kerja otak pusat berfikirnya pada hari-hari berikutnya.
Milyaran
sel otak yang dimiliki oleh seorang anak bisa rusak atau mati bahkan
jika orang tua melakukan tiga hal, yang pertama marah, lalu melarang dan
memerintah. Lalu apa yang harus dilakukan?
Orang tua harus
memiliki pengetahuan yang cukup untuk membangun otak anak. Memerintah,
melarang dan marah memang mudah di lakukan, untuk membuat anak tidak
melakukan suatu hal lagi. Yang harus di lakukan oleh orang tua adalah
memberikan anak pengertian mengapa itu tidak boleh dilakukan, member
informasi mana yang bahaya atau tidak, memberi anak informasi mengapa
anak harus melakukan suatu hal. Dan yang paling penting adalah
memberikan contoh dan teladan yang baik.
Pada anak-anak yang masih
bayi, orang tua harus mampu melabelkan apa yang dilakukan oleh anak.
Misalnya saat anak berdiri dengan dua kakinya kita bisa mengatakan “Umi
sekarang berdiri dengan dua kaki. Nanti kalau umi sudah lebih besar, umi
bisa berjalan, berlari, dan melompat.” Saat anak menunjuk tangannya ke
atas kipas angin yang berputar “itu namanya kipas angin nak… Kipasnya
berputar dengan energy listrik sehingga menghasilkan angin yang membuat
tubuh kita dingin.” Ketika anak bermain dengan mainannya kita juga bisa
bilang “Umi pegang mainan dengan tangan kanan, sekarang umi pindahkan
mainan dari tangan kanan ke tangan kiri.” Dengan melabelkan, anak akan
mengetahui banyak hal dan informasi yang di dengarnya akan masuk ke otak
pusat berfikir dan akan di simpan ke dalam limbic sebagai infomasi
jangka panjang.
Bagaimana tidak melarang jika anak akan memegang
barang yang membahayakan. Pada anak-anak usia dini, kita harus melakukan
intervensi fisik terlebih dahulu, baru memberi pengertian. Misal saja,
saat anak memegang kabel yang membahayakan angkat dan pindahkan anak ke
tempat yang aman dahulu, baru informasikan kepada anak, bahwa yang ia
pegang kabel yang di aliri listrik, kalau di pegang bisa kesetrum dan
itu membahayakan untuk dirinya. Di perlukan ketenangan dan kesabaran
para orang tua untuk senantiasa memberikan informasi terus menerus
kepada anak-anak. Informasi harus terus di sampaikan agar anak
benar-benar mengerti dan memahami.
Beberapa orang bertanya, dalam
islam bukankah banyak perintah maupun larangan? Lalu bagaimana dong.
Allah memerintahkan seseorang melakukan suatu hal atau melarang pasti
ada manfaatnya. Kita harus memahami itu semua, mungkin ini hikmah
mengapa ayat yang pertama kali Allah turunkan adalah “Iqro” bacalah.
Kita harus mampu membaca apa yang ada di langit dan di bumi. Sebelum
memerintahkan sholat, Rasul kita terlebih dahulu menanamkan kecintaan
kepada Allah. Sehingga anak memiliki kesadaran untuk sholat tanpa di
perintah-perintah. Saat sholat orang dewasa di sekitar anak harus
memberikan contoh untuk bergegas sholat, mencontohkan sholat yang
khusyu.’ Ketika adzan berkumandang, ajak anak dengan memberikan
informasi “Alhamdulillah sudah adzan dzhuhur, kita bersiap ke mushola
yuk. Buat yang makannya belum selesai, silahkan manfaatkan waktu dengan
baik, karena kita akan sholat berjama’ah. Saat sholat, kita harus member
contoh, kita bisa sampaikan pesan singkat sebelum sholat “Saat sholat
yang kita ucapkan hanya bacaan sholat, dan bagian tubuh yang di gerakkan
hanya yang seharusnya kita gerakkan saat sholat.
PENGARUH TELEVISI
Dalam
sebuah dialog perkembangan orang tua mengenai perkembangan putranya,
seorang konsultan tubuh kembang anak menyampaikan tentang hasil
observasinya. Saat itu di sampaikan mengenai kemampuan proprioseptip
anak tersebut yang masih butuh di bangun. Sistem proprioseptip
menyampaikan informasi ke otak melalui berbagai gerakan tubuh. Jika
sistem ini belum terbangun pada anak, anak akan mengalami kesulitan
dalam belajar. Anak akan cepat lelah dan biasanya pekerjaannya tidak
selesai.
Kami mendiskusikan berbagai hal yang menyebabkan kurang
terbangunnya sistem proprioseptip anak. Diantaranya sistem sekolah di TK
yang terlalu dini mengenalkan calistung sehingga kurang memperhatikan
pembangunan otot-otot anak melalui stimulasi motorik. Dan pola asuh
orang tua yang kurang dalam melatih motorik anak. Aktifitas keseharian
anak juga perlu di perhatikan. Saat ini hampir di semua rumah memiliki
televisi atau play station yang tentunya menjadi mainan favorit anak.
Padahal sudah banyak penelitian mengenai dampak negatif dari televisi
atau play station. Aktifitas menonton yang pasif ini menyebabkan
otot-otot anak kurang terlatih, sehingga sistem proprioseptipnya kurang
terbangun juga.
Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel
syaraf) di otaknya. Tiga tahun pertama sejak lahir merupakan periode di
mana miliaran sel glial terus bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel
syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut
dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang.
Otak
anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi
memiliki 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak
anak usia 18 bulan atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan
besar untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu
berhenti pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan atau
digunakan. Saat itu enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan melarutkan
semua jalur atau "urat" syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan
baik (mielinasi adalah proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin
yang berujud protein-lemak).
Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir).
Meski
saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak primitif
mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks,
mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses
informasi yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau
keadaan bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan
reaksi "hadapi atau lari" (fight or flight response) bagi
tubuh. "Kita akan bereaksi secara fisik dan emosi lebih dulu sebelum
otak pikir sempat memproses informasi," papar dr. Susan.
Otak
limbik memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan
benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif.
Maksudnya, otak primitif dapat diperintah mengikuti kehendak otak pikir,
di saat lain otak pikir dapat "dikunci" untuk tidak melayani otak
limbik dan primitif selama keadaan darurat, yang nyata maupun yang
tidak.
Sedangkan otak pikir, yang merupakan bentuk daya pikir
tertinggi dan bagian otak yang paling objektif, menerima masukan dari
otak primitif dan otak limbik. Namun, ia butuh waktu lebih banyak untuk
memproses informasi, termasuk image, dari otak primitif dan otak limbik.
Otak pikir juga merupakan tempat bergabungnya pengalaman, ingatan,
perasaan, dan kemampuan berpikir untuk melahirkan gagasan dan tindakan.
Mielinasi
saraf otak berlangsung secara berurutan, mulai dari otak primitif, otak
limbik, dan otak pikir. Jalur syaraf yang makin sering digunakan
membuat mielin makin menebal. Makin tebal mielin, makin cepat impuls
syaraf atau perjalanan sinyal sepanjang "urat" syaraf. Karena itu, anak
yang sedang tumbuh dianjurkan menerima masukan dari lingkungannya sesuai
dengan perkembangannya.
Di samping itu, anak juga membutuhkan
pengalaman yang merangsang pancaindera. Namun, indera mereka perlu
dilindungi dari rangsangan yang berlebihan karena anak-anak itu ibarat
sepon.
"Mereka menyerap apa saja yang dilihat, didengar, dicium,
dirasakan, dan disentuh dari lingkungan mereka. Kemampuan otak mereka
untuk memilah atau menyaring pengalaman rasa yang tidak menyenangkan dan
berbahaya belum berkembang," papar Susan.
Rangsangan dan
perkembangan indera itu pada gilirannya akan mengembangkan bagian
tertentu dari otak primitif yang disebut reticular activating system
(RAS). RAS ini pintu masuk di mana kesan yang ditangkap setiap indera
saling berkoordinasi sebelum diteruskan ke otak pikir.
RAS
merupakan wilayah di otak yang membuat kita mampu memusatkan perhatian.
Kurangnya stimulasi, atau sebaliknya stimulasi yang berlebihan, ditambah
lagi dengan gerakan motorik kasar dan halus yang tidak berkembang
secara baik, bisa menyebabkan rusaknya perhatian terhadap lingkungan.
Sebelum
anak berusia empat tahun, otak primitif dan otak limbik sudah 80%
termielinasi. Setelah umur 6 - 7 tahun mielinasi bergeser ke otak pikir.
Awalnya dari belahan otak kanan yang antara lain bertugas merespons
citra visual. Ketika menonton TV, belahan otak kanan inilah yang paling
dominan kerjanya.
Sedangkan ketika membaca, menulis, dan
berbicara, belahan otak kiri yang dominan. Tugas utama otak kiri ialah
berpikir secara analitis dan menyusun argumen logis langkah demi
langkah. Ia menganalisis suara dan makna bahasa (misalnya, kemampuan
mencocokkan suara dengan alfabet), juga mengelola keterampilan otot
halus.
Aktivitas motorik kasar seperti lompat tali, memanjat,
lari, serta aktivitas motorik halus macam menggambar, merenda, membuat
origami, dan bikin kue merupakan akitivitas penting bagi proses
mielinasi C. collosum. Jalur ini memungkinkan kemampuan
berpikir analitis (otak kiri) dan intuitif (otak kanan) untuk saling
mempengaruhi. Sejumlah ahli neuropsikologi percaya, buruknya
perkembangan jembatan ini mempengaruhi komunikasi efektif antara belahan
otak kanan dan kiri. Diduga, inilah penyebab timbulnya kesulitan
perhatian dan belajar pada anak.
Televisi sesungguhnya hanya
memberikan informasi kepada dua indera: mata dan telinga. Padahal
ketajaman visual dan pandangan tiga dimensional pada anak belum
berkembang sepenuhnya sampai usia empat tahun. Gambar yang dihasilkan
layar televisi itu gambar dua dimensi, tidak fokus dan kabur karena
tersusun dari titik-titik sinar. Itu membuat mata anak-anak harus
memaksa diri agar gambar menjadi jelas.
Televisi, juga barang
elektronik lain, memancarkan gelombang elektromagnetik. Maka disarankan,
posisi menonton setidaknya 120 cm dari TV dan 45 cm dari layar
komputer.
Sistem visual yang meliputi kemampuan mencari (search out), memindai (scan),
memfokus, dan mengidentifikasi apa yang masuk ke bidang pandang,
terganggu oleh kegiatan menonton TV. Padahal keterampilan visual ini
perlu dikembangkan dalam kaitannya dengan membaca efektif. Saat
menonton, pupil mata anak tidak melebar, dan nyaris tidak ada gerakan
mata yang justru penting dalam kegiatan membaca. Mata dituntut terus
bergerak dari kiri ke kanan halaman saat membaca.
Kemampuan untuk
memusatkan perhatian juga mengandalkan sistem visual ini. Sementara itu
gambar-gambar televisi yang berubah secara cepat tiap 5 - 6 detik pada
kebanyakan tayangan acara dan 2 - 3 detik pada iklan, membuat otak pikir
tidak punya kesempatan memproses image. Padahal otak pikir perlu 5 - 6
detik untuk memproses gambar begitu mendapat stimulus.
Membaca
buku, berjalan-jalan di alam, atau bercakap dengan orang lain - di mana
anak punya kesempatan untuk merenung dan berpikir - jauh lebih mendidik
daripada menonton TV.
Kegiatan ini meniadakan pengalaman berharga
itu. Menonton TV merupakan pekerjaan tanpa akhir, tanpa tujuan, dan tak
bikin "kenyang". Tidak seperti makan dan tidur yang bisa bikin perut
kenyang dan badan tidak capek lagi, menonton TV tidak ada ujungnya. "TV
membuat anak ingin terus menonton tanpa pernah merasa puas," ungkap
Susan.
Sesame Street dan kebanyakan acara televisi untuk
anak, papar Susan, meletakkan belahan otak kiri dan sebagian belahan
otak kanan ke dalam gelombang alfa (slow wave of inactivity). Televisi membius fungsi-fungsi otak pikir dan merusak keseimbangan serta interaksi antara belahan otak kiri dan kanan.
Secara
umum, membaca menghasilkan gelombang beta cepat dan aktif, sedangkan
menonton televisi meningkatkan gelombang alfa lambat di belahan otak
kiri dan kanan. Belahan kiri merupakan pusat penting dalam kegiatan
membaca, menulis, dan berbicara. Otak kiri merupakan tempat di mana
simbol-simbol abstrak (misalnya huruf-huruf alfabet) dikaitkan dengan
bunyi. Sumber cahaya televisi yang berpendar dan bergetar diduga ada
kaitannya dengan meningkatnya aktivitas gelombang lambat itu.
Otak
primitif tidak dapat membedakan mana gambar riil dan mana gambar di TV
karena penglihatan merupakan tanggung jawab otak pikir. Karena itu,
ketika TV menayangkan gambar-gambar close-up dan gambar-gambar
bercahaya secara tiba-tiba, otak primitif bersama otak limbik segera
menyiapkan respons "hadapi atau lari" dengan melepaskan hormon dan bahan
kimia ke seluruh tubuh. Degup jantung dan tekanan darah naik. Darah
yang mengalir ke otot-otot anggota badan meningkat, bersiap-siap
menghadapi keadaan bahaya.
Karena itu terjadi dalam tubuh tanpa
diikuti gerakan-gerakan yang sesuai dari anggota badan, maka acara-acara
TV tertentu sesungguhnya meletakkan kita ke dalam suatu keadaan stres
atau kecemasan kronis. Berbagai studi menunjukkan, pada orang dewasa
yang mengalami stres kronis pertumbuhan belahan otak kirinya terhenti (atrophy).
Ketika
otak anak dipapari rangsangan visual sekaligus suara, yang diserap
hanyalah visualnya. Ilustrasi tentang fenomena ini dapat dilihat pada
sekelompok anak (6 - 7 tahun) yang disuguhi tontonan video yang suaranya
tidak sesuai dengan gerakan visualnya. Begitu ditanya, mereka tidak
ngeh kalau suara dan gambarnya tidak klop. Itu artinya, mereka tidak
menyerap isi tontonannya. Begitu pula dengan Sesame Street.
Agar
anak lebih menyukai aktifitas membaca atau bermaian, harus dimulai dari
orang tua terlebih dahulu. Orang tua haruslah memberi teladan dengan
tidak menonton televisi dan mengalihkan pada aturan lain. Ayah dan bunda
harus memiliki pemahaman yang sama dalam hal ini sehingga anak tidak
bingung.
BUKAN WAKTUNYA MENYALAHKAN
Orang
tua terdiri dari ibu dan ayah. Ibu dan ayah menjadi teladan bagi
anak-anak. Sering orang tua saling menyalahkan ketika anaknya mengalami
kendala dalam perkembangan. Padahal baik ayah maupun bunda seharusnya
memiliki paradigma yang sama dalam mengasuh anak. Tugas ayah bukan hanya
bekerja untuk menafkahi keluarga. Pendidikan keluarga tidak bisa hanya
dengan mengandalkan ibu saja.
Secara umum, ayah dan ibu memiliki
peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun ada sedikit
perbedaan sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah dan ibu.
Peran ibu antara lain menumbuhkan
perasaan mencintai dan mengasihi pada anak melalui interaksi yang jauh
melibatkan sentuhan fisik dan kasih sayang. Menumbuhkan kemampuan
berbahasa pada anak melalui kegiatan-kegiatan bercerita dan mendongeng,
serta melalui kegiatan yang lebih dekat dengan anak, yakni berbicara
dari hati ke hati kepada anak. Mengajarkan tentang peran jenis kelamin
perempuan, tentang bagaimana harus bertindak sebagai perempuan, dan apa
yang diharapkan oleh lingkungan sosial dari seorang perempuan.
Sedangkan peran ayah,
menumbuhkan rasa percaya diri dan kompeten pada anak melalui kegiatan
bermain yang lebih kasar dan melibatkan fisik baik di dalam maupun di
luar ruang. Menumbuhkan kebutuhan akan hasrat berprestasi pada anak
melalui kegiatan mengenalkan anak tentang berbagai kisah tentang
cita-cita. Mengajarkan tentang peran jenis kelamin laki-laki, tentang
bagaimana harus bertindak sebagai laki-laki, dan apa yang diharapkan
oleh lingkungan sosial dari laki-laki.
Penelitian di Amerika
menemukan fakta, peran ayah berdampak signifikan dalam hal pengasuhan
anak. Seorang anak yang dibimbing oleh ayah yang peduli, perhatian dan
menjaga komunikasi, akan cenderung berkembang menjadi anak yang lebih
mandiri, kuat, dan memiliki pengendalian emosional yang lebih baik,
dibandingkan anak yang tidak memiliki ayah seperti ini. Dalam kajian
psikologi, ada temuan menarik yang bisa kita pakai untuk mendudukkan
peranan ibu dan ayah. Seperti yang dikutip Philip G. Zimbardo, Scott,
(1979), dalam bukunya Psychology & Life, ayah punya kontribusi besar untuk memprediksi keberhasilan anak dalam karier atau studi. Bahkan, peranan ayah lebih powerfull ketimbang lembaga akademik.
John Gottman dan Joan De Claire dalam buku Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional,
juga mengungkap beberapa hasil penelitian pentingnya peran ayah dalam
pendidikan anak-anaknya, khususnya dalam perkembangan emosional sang
anak. Beberapa penelitian lainnya membuktikan, keterlibatan ayah dalam
kehidupan perkembangan anak laki-laki menghasilkan kesuksesan dalam
persahabatan dan prestasi akademis anak. Sedang bagi anak perempuan,
membuat anak cenderung tidak longgar dalam aktivitas seksual dan lebih
bisa membangun hubungan yang sehat ketika dewasa. Jelaslah, ayah dan ibu
yang bersama-sama melakukan pengasuhan akan lebih memberikan kenyamanan
bagi sang anak. Dalam Islam tidak dibedakan secara biologis siapa yang
berperan dalam pengasuhan. Sebab, hadis Rasul menyebutkan peran orang
tua amat dominan dalam perkembangan anaknya. Kedua orang tua sungguh
sangat memiliki peran dalam mewarnai dunia anak-anaknya.
Nabi
Muhammad saw., bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya Nasrani, Yahudi atau Majusi.”
(HR. Bukhari).
Dalam Hadis tersebut nyata bahwa dalam Islam, peran
mendidik dan mengasuh anak bukan mutlak kewajiban seorang ibu. Bahkan
dalam Alquran banyak kisah-kisah yang menceritakan besarnya peran ayah
dalam pendidikan anak. Salah satu contoh yang paling jelas adalah kisah
Luqman yang direkam dalam Alquran dan diabadikan dalam salah satu surat
Alquran. Di sana diceritakan mengenai Luqman yang sedang memberikan
nasihat kepada anak-anaknya (QS. Luqman: 13, dan seterusnya). Sebab itu,
seruan untuk mengajak ayah dalam pengasuhan buah hati bukanlah suatu
hal yang tanpa alasan. Jika mengharap akan lahir generasi yang jauh
lebih unggul dari yang diharapkan, mari mulai bersama lelaki dan
perempuan bekerjasama membangun kehidupan di dalam rumah dalam melakukan
pengasuhan.
Kita harus mulai membiasakan diri berbagi tugas dan
terlibat langsung dalam pengasuhan dan perawatan anak. Atur jadwal
dengan ibu, kapan giliran ayah bertugas memandikan anak, mengganti
popoknya, membuat susu, dan menemani sang anak ketika sulit tidur. Atau
kapan ayah membacakan cerita pengantar tidur, berdiskusi tentang apa
yang dialami sang anak bersama teman-temannya, serta menjalin komunikasi
untuk membantu sang anak melihat persoalan yang dialaminya. Dengan
terlibat langsung dalam pengasuhan dan perawatan, akan terjalin hubungan
emosional antara ayah dan anak. Akan ada kedekatan yang muncul, dan
sang anak akan bisa merasakan perhatian dan kehadiran ayah di sisinya.
Sungguh
Rasulullah saw. telah memberi contoh kepada kita, pada masa dimana
merupakan hal tabu bagi seorang ayah memiliki anak perempuan, apalagi
kemudian menimang anaknya di depan umum untuk menunjukkan kasih
sayangnya. Namun sungguh Nabi malah melakukan itu di depan umum. Pasti
ada maksud yang ingin disampaikannya kepada umatnya dengan sikapnya yang
demikian. Bahwasanya, sungguh terlibat dalam hal pengasuhan anak bagi
seorang ayah adalah sama utamanya dengan kebaikan lainnya. Bahkan Nabi
memberi peringatan bagi sahabat yang tidak pernah membelai anaknya dalam
ungkapan bahwa sungguh orang yang demikian telah meninggalkan rahmat
dan kebaikan di hatinya. Dalam hadis Nabi saw., disebutkan:
“Suatu
ketika seorang sahabat mengunjungi Rasulullah saw. Ketika itu ia
mendapati Rasul tengah bercengkrama dan membelai kedua cucunya, Hasan
dan Husain. Ia terkejut melihat apa yang dilakukan Rasul dan berkata,
“Wahai Rasulullah! Apakah engkau juga membelai anak-anak, saya punya
sepuluh anak-anak tapi saya belum pernah membelai bahkan salah satu pun
dari mereka.” Kemudian Rasulullah mengangkat matanya dan berkata,
“Tampaknya rahmat dan kebaikan telah meninggalkan hati Anda.”
Tak
jarang saling menyalahkan juga menimpa guru dan orang tua. Padahal kalau
kita lihat mengenai definisi di atas tentang orang tua, maka guru
termasuk orang tua juga bagi anak. Jika anak mengalami masalah di
sekolah, orang tua dan guru harus bisa berdialog mencari penyebab
sehingga dapat memecahkan masalah. Saat ini dibutuhkan kejujuran dari
kedua belah pihak. Sharing antara guru dan orang tua bisa dijadikan
sarana berbagi ilmu. “Ah… ibu kan belum merasakan punya anak.” Kadang
terlontar kepada guru terutama yang belum menikah dan punya anak.
Padahal kalau di hitung-hitung waktu anak-anak di sekolah jumlahnya
hampir sama dengan pertemuan efektif ibu dan ayah dengan anak-anak. Dan
di sekolah guru bukan hanya membangun satu atau dua anak, minimal 10
anak, bahkan lebih dari itu. Peran orang tua baik ayah maupun ibu di
rumah serta guru di sekolah tak bisa di lepaskan, sehingga di perlukan
kerjasama yang sinergi antara orang tua di rumah dengan guru di sekolah.
BELAJAR DAN TERUS BELAJAR
Menjadi
orang tua bermutu bukan di butuhkan usaha dan kekuatan kemauan. Kita
harus terus belajar. Kita akan di mintai pertanggung jawaban oleh Allah
atas anak-anak kita. Sehingga kita harus memahami setiap tahapan
perkembangan anak, sehingga mampu membangun menstimulasi anak sesuai
dengan usianya. Karena tidak ada sekolah bagi orang tua, maka orang tua
harus selalu menambah pengetahuannya dalam mendidik anak.
Agar
tidak terjebak pada kebiasaan Memerintah, Melarang dan Marah, di
butuhkan kemauan yang kuat juga untuk belajar berkomunikasi kepada anak.
Orang tua juga harus memiliki pengetahuan yang luas untuk selalu
memberikan informasi sehingga di mengerti oleh anak.
Referensi :
“Mengapa syurga di bawah telapak kaki ibu,” Wismiarti
Artikel “Nonton TV nggak baik lho,” www.depkes.go.id
“Peran Ayah dan Ibu Berbeda untuk Pengasuhan Anak,” www.ibudanbalita.com
“Dari hanya Peran Ibu, Menuju Peran Orang Tua : Al-Arham Edisi 19 (B)” www.rahima.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar