“Generasi baligh BELUM aqil.” Di sebut
generasi, karena di masyarakat kita pada khususnya, hampir semua
mengalami ini. Aqil baligh berarti tanda bahwa setiap anak mulai
bertanggung jawab dengan segala perbuatannya di hadapan Allah SWT, mulai
menerima kewajiban-kewajiban syariat dan harus lebih menjaga akhlak.
yang pasti, dosa dan pahala akan ditanggung sendiri. Generasi baligh
belum aqil adalah generasi dimana secara fisik anak-anak sudah baligh,
tetapi secara kewajiban syari’at dan penerapan akhlak masih jauh dari
penerapan.
Laki-laki dan perempuan yang sudah baligh
memiliki kewajiban menaati aturan-aturan Allah dan menjauhi
larangan-larangan Allah. Perempuan sudah wajib berjilbab,laki-laki juga
wajib menutupi auratnya. Sholat nggak boleh lagi bolong-bolong, wajib
puasa, dan ibadah-ibadah lainnya. Seorang yang sudah baligh berarti
sudah memiliki buku catatan amal sendiri.
Rasulullah SAW
bersabda Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Aqil artinya
orang yang berakal, yang dengan akalnya siap menyelesaikan masalah
kehidupan.
Aqil baligh seharusnya satu paket, aqil adalah
perangkat mental sedangkan baligh adalah perangkat fisik. Sayang
perkembangan saat ini perangkat fisik lebih dulu tumbuh, sedangkan
perangkat mental terlambat. Makanan yang bergizi, faktor lingkungan, dan
tingkat kemakmuran, ditengarai menjadi penyebab menstruasi lebih dini.
Anak-anak perempuan di kelas 4 saat ini sudah mulai banyak yang
mengalami menstruasi, padahal dulu usia 11 sampai 12 tahun baru
mengalami menstruasi.
Baligh menyebabkan nafsu bergejolak,
jika tidak diikuti dengan aqil maka yang terjadi seperti fenomena yang
kita lihat sekarang. Sekitar 39 persen anak baru gede (ABG) Indonesia
pernah melakukan hubungan seksual. Hal ini didasarkan pada survey
Lembaga swasta yang bergerak di bidang alat kesehatan pada Mei 2011.
Survey tersebut dilakukan di lima kota besar Indonesia yaitu Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Dari total 663 responden,
sebanyak 462 orang mengaku pernah berhubungan intim. Ironinya, sebanyak
39 persen dari 462 responden yang mengaku pernah melakukan hubungan seks
itu adalah ABG. Mereka berusia antara 15 sampai 19 tahun. Sedangkan,
sebanyak 61 persen sisanya berusia 20 sampai 25 tahun (dikutip dari
situs www.kabarindonesia.com).
Mengutip sebuah artikel di
kompas, data Komnas Perlindungan Anak merilis jumlah tawuran pelajar
tahun ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun
sebelumnya, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus.
Aqil
baligh di tandai dengan pribadi yang matang dan dewasa. Pribadi yang
matang adalah pribadi yang bertanggung jawab dan mandiri, ia mampu
menghidupi minimal untuk dirinya sendiri. Banyak diantara anak-anak kita
yang bahkan sudah S2 masih di subsidi oleh orang tua. Kalau kita
melihat sosok Rasulullah SAW, Rasulullah, di usia 12 sampai 20 tahun
beliau sudah mulai magang berdagang bersama pamannya Abu Thalib ke Syam.
Di usia 12 tahun Nabi telah mandiri dan ikut mentoring dagang bersama
Abu Thalib. Beliau keliling dari pasar ke pasar untuk melakukan
perniagaan. Dalam usia yang relatif mudah beliau sudah ikut dalam
peperangan Fijar untuk membantu kaumnya. Saat usia awal duapuluhan beliu
sudah mendapat amanah mengelola harta orang lain. Salah satu amanah
yang ditunaikan adalah mengelola perniagaan Khadijah. Subhanallah,
diusia 20-an tahun beliau sudah sebagai profesional yang dipercaya
mengelola harta orang lain. Nabi menikah dengan Khadijah pada usia 25
tahun. Dalam pernikahan itu mahar Nabi 20 ekor unta merah. Kalau kita
bayangkan saat ini, barangkalai 20 BMW. Kalau kita hitung sederhana,
misal per onta terbaik itu seharga 50 juta, maka maharnya untuk menikah
sebesar 1 Miliar.
Keterlambatan proses aqil ini disebabkan
berubahnya pola asuh orang tua. Kurangnya peran ayah dalam mendidik anak
menyebabkan anak-anak mengalami keterlambatan dalam aqil baligh. Ayah
lebih cenderung untuk menyerahkan pendidikan kepada ibu. Nilai-nilai
kematangan dan kedewasaan yang seharusnya di berikan oleh seorang ayah,
tidak tersampaikan karena ayah sibuk mencari nafkah sehingga anak
kehilangan kemampuan memimpin, baik memimpin dirinya maupun memimpin
orang lain.
Hasil studi yang diadakan oleh Kyle D. Pruett. Menurut Pruett dalam bukunya Fatherneed: Why Father Care is as Essential as Mother Care for Your Child, manfaat keikutsertaan ayah dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:
Pertama,
hasil pendidikan anak menjadi lebih baik. Sejumlah studi menunjukkan
bahwa ayah yang terlibat dalam mengasuh dan bermain-main dengan anak
balita-nya akan meningkatkan kecerdasan (IQ), kemampuan bahasa dan
kapasitas kognitif anak.
Kedua, anak akan lebih siap
secara mental untuk menghadapi suasana sekolah. Anak akan lebih sabar
dan lebih mampu mengatasi tekanan dan frustrasi yang ada hubungannya
dengan kegiatan belajar di sekolah dibanding anak yang ayahnya kurang
begitu peduli.
Ketiga, lebih stabil secara emosional. Ayah
yang ikut melibatkan diri sejak anak lahir akan membuat emosi anak
lebih stabil, lebih percaya diri untuk mengeksplorasi lingkungan
sekitarnya. Dan saat mereka tumbuh dewasa akan memiliki koneksi sosial
dengan teman-temanya secara lebih baik. Juga kecil kemungkinan akan
membuat masalah di rumah, sekolah atau lingkungan sekitar.
Keempat,
anak dapat memasuki usia sekolah dengan lebih tenang dan kecil
kemungkinan mengalami depresi, menampakkan perilaku disruptif atau
berbohong. Anak juga lebih cenderung menampakkan sikap pro-sosial.
Kelima,
anak laki-laki lebih cenderung tidak nakal di sekolah sedang anak
perempuan cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih kuat. Di
samping itu, sejumlah survei menyimpulkan bahwa anak yang dekat dengan
ayahnya lebih mungkin memiliki kesehatan fisik dan kejiwaan yang baik.
Performa di kelas lebih baik, dan cenderung terhindar dari kenakalan
remaja seperti narkoba, kekerasan dan perilaku menyimpang lain.
Oleh
karena itu, tidaklah terlalu mengherankan apabila sebuah penelitian
yang dilakukan terhadap 17.000 anak sekolah di Inggris oleh Universitas
Oxford menghasilkan kesimpulan yang sama. Yakni, adanya hubungan yang
relevan antara kedekatan ayah dengan keberhasilan akademis anak.
Sebuah
penelitian lain yang diadakan oleh Univesitas Illinois, AS,
menyimpulkan bahwa anak yang memiliki ayah yang peduli untuk meluangkan
waktu untuk sekedar menanyakan pada anak tentang apa yang dipelajari di
sekolah, menanyakan kegiatan sosial anak dan hubungannya dengan
teman-temannya, akan cenderung memiliki performa dan pencapaian lebih
baik di sekolah dibanding anak yang tidak mendapat perhatian serupa dari
ayah mereka. Tentu, figur ayah tidak harus ayah kandung. Ayah angkat
atau ayah tiri dapat memainkan peran yang sama.
Dengan
demikian besarnya peran ayah dalam memengaruhi performa anak di berbagai
bidang (kecerdasan, akademis, sosial dan perilaku), maka sudah waktunya
bagi seorang ayah untuk memberi perhatian lebih pada perkembangan anak
sejak dini dan menjalin hubungan yang lebih dekat dengan mereka. Selama
ini, tidak sedikit ayah lebih terfokus pada pekerjaan dan memasrahkan
urusan anak pada ibunya saat di rumah dan pada guru-gurunya saat di
sekolah. (afatih.wordpress.com)
Sedangkan peran ibu tak
kalah penting dengan peran ayah, “syurga di bawah telapak kaki ibu.”
Yang maknanya di kaki ibulah terletak tanggung jawab besar dalam membuat
jalan-jalan menuju syurga. Sejak dalam kandungan seorang ibu di beri
tanggung jawab oleh Allah untuk membangun jalan, membuat jejak langkah
anak. Saat awal kehamilan biasanya ibu mengalami gangguan emosi, yang
merupakan hal yang harus diatasi, karena jika emosi ini tak bisa
dikendalikan yang akan berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Ibu
yang tak tidak bahagia saat hamil, akan menyebabkan anak menjadi lebih
sensitive.
Baligh berkaitan dengan nafsu, nafsu berkaitan
dengan emosi, dan peran inilah yang seharusnya di bangun oleh seorang
ibu. Ibu adalah pembangun kecerdasan emosi anak. Sejak dalam kandungan,
emosi seorang ibu sudah terpaut dengan seorang anak. Ibu memiliki peran
untuk membantu anak memahami dirinya. Ibu berperan dalam membangun rasa
percaya diri anak, meyakinkan bahwa anak mampu. Ibu juga berperan dalam
mengelola emosinya, sehingga tidak mudah meledak-ledak. Ibu harus
menjadi sosok yang sabar sehingga menjadi panutan bagi anak-anaknya. Dan
banyak lagi peran ibu yang merupakan tanggung jawab yang akan di
pertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak.
Generasi aqil
baligh akan sangat bisa terwujud jika ayah dan ibu menjalankan perannya
masing-masing. Karakter matang dan dewasa menjadi karakter yang di
bentuk dalam sebuah keluarga. Sekolah hanya partner dalam mendidik, guru
hanya caretaker yang menggantikan peran ayah dan ibu sementara waktu.
Dan pendidik yang sesungguhnya adalah orang tuanya.
Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (Qs. Yusuf. 22)
Semoga bermanfaat.
Penulis : Asih Setiawuri, Fasilitator di Sekolah Alam Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar